Beranda | Artikel
Jazirah Arab dalam Sejarah (Bag. 1): Letak, Urgensi, dan Dinamika Bangsa Arab
Selasa, 15 Oktober 2024

Sīrah nabawiyyah (sejarah kehidupan Nabi Muhammad ﷺ) sejatinya adalah ungkapan tentang risalah yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ kepada umat manusia. Dengan risalah tersebut, beliau membawa manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya. Dengan risalah tersebut, beliau juga mengeluarkan manusia dari penghambaan kepada sesama makhluk menuju penghambaan kepada Allah. Oleh karena itu, gambaran utuh tentang keindahan sirah hanya dapat dihadirkan secara sempurna setelah membandingkan antara latar belakang risalah tersebut dan dampaknya. Dengan demikian, perlu kiranya kita mengetahui kondisi Jazirah Arab dan bangsa-bangsanya sebelum Nabi Muhammad ﷺ datang.

Letak Jazirah Arab

Secara bahasa, kata Arab (العرب) berarti padang pasir, daerah yang tandus dan gersang yang tidak memiliki air dan tumbuhan. Sejak zaman kuno, istilah ini digunakan untuk menyebut Jazirah Arab, serta bangsa yang menghuni wilayah tersebut dan menjadikan Jazirah Arab sebagai tempat tinggal.

Jazirah Arab dibatasi oleh Laut Merah dan Semenanjung Sinai di sebelah barat, Teluk Arab, dan sebagian besar wilayah Irak selatan di sebelah timur, Laut Arab yang merupakan perpanjangan dari Samudra Hindia di sebelah selatan, serta Syam dan sebagian wilayah Irak di sebelah utara. Namun, ada perbedaan mengenai beberapa batas ini. Luas wilayahnya diperkirakan antara 1.000.000 hingga 1.300.000 mil persegi.

Jazirah Arab memiliki urgensi yang besar dari segi lokasi alam dan geografis. Dari segi letak internal, wilayah ini dikelilingi oleh padang pasir dan gurun dari segala sisi, sehingga menjadikannya benteng kokoh yang sulit ditembus oleh pihak asing untuk menduduki atau menguasainya.

Hal inilah yang menyebabkan penduduk Jazirah Arab hidup bebas dalam segala urusan sejak zaman dahulu, meskipun mereka bertetangga dengan dua imperium besar. Jika bukan karena penghalang alami yang kuat ini, tentunya penduduk Jazirah tidak akan mampu menahan serangan kedua imperium tersebut.

Sementara dari segi eksternal, Jazirah Arab terletak di antara benua-benua yang dikenal di dunia kuno. Jazirah Arab terhubung baik melalui darat maupun laut. Di sisi barat laut, ia menjadi pintu masuk ke benua Afrika, di sisi timur laut menjadi kunci menuju benua Eropa, dan sisi timur membuka pintu bagi wilayah non-Arab, Timur Tengah, dan Timur Dekat yang menghubungkan pula ke India dan Cina. Setiap benua juga bisa terhubung dengan Jazirah Arab melalui jalur laut, di mana kapal-kapal langsung berlabuh di pelabuhan Jazirah.

Karena letak geografis ini, Jazirah Arab bagian utara dan selatan menjadi tujuan bangsa-bangsa dan pusat pertukaran perdagangan, budaya, agama, dan seni.

Baca juga: Keistimewaan Palestina dan Penduduknya dalam Al-Qur’an dan Hadis

Bangsa Arab

Para sejarawan membagi bangsa Arab menjadi tiga golongan berdasarkan keturunan mereka:

Pertama: Arab -idah

Ini adalah bangsa Arab kuno yang sejarahnya tidak banyak diketahui secara rinci, seperti kaum ‘Ād, Tsamūd, Thasm, Jadīs, ‘Amālīq, dan lainnya.

Kedua: Arab ‘Āribah

Mereka adalah bangsa Arab yang berasal dari keturunan Ya’rub bin Yasyjub bin Qahthān, dan disebut sebagai Arab Qahthāniyyah. Arab ‘Āribah adalah bangsa Qahthān, dan tanah asal mereka adalah Yaman. Kabilah mereka terbagi-bagi, dengan dua kabilah yang paling terkenal:

Pertama, Himyar (حمير)

Kabilah yang terkenal dari Himyar adalah Zaid Al-Jamhūr (زيد الجمهور), Qudhā’ah (قضاعة), dan As-Sakāsik (السكاسك).

Kedua, Kahlān (كهلان)

Kabilah yang terkenal dari Kahlān adalah Hamdān (همدان), Anmār (أنمار), Thayyi’ (طيء), Madzhij (مذحج), Kindah (كندة), Lakhm (لخم), Judzām (جذام), Al-Azd (الأزد), Al-Aus (الأوس), Al-Khazraj (الخزرج), dan anak-anak Jafnah (جفنة), para raja di Syam.

Kabilah-kabilah Kahlān bermigrasi dari Yaman dan menyebar ke berbagai wilayah di Jazirah Arab. Sebagian besar migrasi ini terjadi sebelum banjir besar Sail Al-‘Arim, ketika perdagangan mereka gagal akibat tekanan dari Romawi yang menguasai jalur perdagangan laut dan merusak jalur darat setelah mereka menduduki Mesir dan Syam. Ini tidak mengherankan, adanya persaingan antara kabilah-kabilah Kahlān dan Himyar menyebabkan migrasi Kahlān, sedangkan Himyar tetap tinggal di sana.

Para migran dari kabilah Kahlān dapat dibagi menjadi empat kelompok:

Pertama: Kabilah Al-Azd

Mereka bermigrasi berdasarkan keputusan pemimpin dan tokoh mereka, Imran bin Amr Muzaiqaba’ (عمران بن عمرو مزيقباء). Mereka bergerak berpindah-pindah di wilayah Yaman sambil mengirim para pengintai, kemudian menuju ke utara. Berikut rincian tempat-tempat yang mereka tinggali setelah migrasi secara permanen.

Tsa’labah bin Amr (ثعلبة بن عمرو) dari kabilah Al-Azd pindah ke arah Hijaz (الحجاز) dan menetap di antara Tsa’labiyyah (الثعلبية) dan Dzī Qār (ذي قار). Setelah anak-anaknya tumbuh dewasa dan menjadi kuat, mereka pindah ke Madinah (المدينة) dan menetap di sana. Dari keturunan Tsa’labah ini lahir kabilah Al-Aus dan Al-Khazraj, kedua anak Hāritsah bin Tsa’labah (حارثة بن ثعلبة).

Hāritsah bin Amr (حارثة بن عمرو), yang dikenal sebagai kabilah Khuzā’ah (خزاعة), dan keturunannya berpindah ke wilayah Hijaz hingga menetap di Marr Al-Zhahrān (مر الظهران). Mereka kemudian menguasai wilayah Haram (Makkah), menggantikan penduduknya yang sebelumnya adalah kabilah Jurhum.

Imran bin Amr (عمران بن عمرو) menetap di Oman (عمان) bersama keluarganya, dan mereka dikenal sebagai kabilah Azd Oman. Beberapa kabilah dari keturunan al-Azd tinggal di wilayah Tihāmah (تهامة) dan dikenal sebagai Azd Syanū-ah (أزد شنوءة).

Jafnah bin Amr (جفنة بن عمرو) pindah ke wilayah Syam dan menetap di sana bersama keturunannya. Ia adalah leluhur para raja Ghassāsinah (الغساسنة), dinamakan demikian karena mereka awalnya menetap di sebuah mata air di Hijaz yang dikenal sebagai Ghassān sebelum berpindah ke Syam.

Kedua: Lakhm dan Judzām

Di antara kabilah Lakhm, terdapat Nashr bin Rabī’ah (نصر بن ربيعة), yang merupakan leluhur para raja Manādzirah (المناذرة) di Hīrah (الحيرة).

Ketiga: Bani Thayyi’

Mereka pindah setelah kabilah Al-Azd menuju utara hingga menetap di dua gunung, Ajā (أجا) dan Salmā (سلمى). Mereka tinggal di sana, hingga kedua gunung tersebut dikenal sebagai gunung Bani Thayyi’.

Keempat: Kindah

Awalnya mereka tinggal di Bahrain (البحرين), tetapi kemudian terpaksa meninggalkan wilayah tersebut dan pindah ke Hadramaut (حضر موت). Namun, mereka mengalami kesulitan yang sama seperti di Bahrain, kemudian mereka pindah ke Najd (نجد). Di sana, mereka mendirikan pemerintahan besar yang berpengaruh, namun kekuasaannya tidak bertahan lama dan segera hancur.

Ada juga sebuah kabilah dari Himyar, yaitu kabilah Qudhā’ah, yang bermigrasi dari Yaman dan menetap di wilayah padang pasir Samāwah (بادية السماوة), yang terletak di pinggiran Irak.

Ada golongan ketiga dari bangsa Arab. Insyaallah bersambung di bagian 2.

[Bersambung]

Baca juga: Berburu Kitab Ulama Ahlus Sunnah di Negeri Belanda

***

Penulis: Fajar Rianto


Artikel asli: https://muslim.or.id/98367-jazirah-arab-dalam-sejarah-bag-1-letak-urgensi-dan-dinamika-bangsa-arab.html